Sebelum menjadi seorang sutradara gue pengen nulis buku supaya buku itu ntar gue filmin. hehehhe. sebenarnya banyak sekali novel yang gue buat dan saat gue nulis gue ga suka konsepnya tapi gue ngak berhenti sampe gue nemu ide ini. dan menurut gue novel yang berjudul melody ini pengen gue rampungin walau pelan pelan hehehhe. anda boleh kok memberi saran dan komen atas novel gue ini hehehe sementara cuplikanya dulu ya soalnya belum rampung hehehheh.
“teng-tong teng-tong”
Jam 06.55 wib tepat, bel tanda masuk SMA Pemuda telah berbunyi. Murid-murid segera bergegas masuk sekolah. Maklumlah jika bel telah berbunyi gerbang sekolah yang terbuka lebar tanpa ampun ditutup oleh satpam penjaga gerbang. Sekolah menegah atas yang terlihat besar dan mewah itu terlihat ramai oleh lalu-lalang murid-murid yang ingin masuk kekelasnya masing-masing.
Tapi tidak dengan seorang murid yang kebinggungan mencari kelasnya. Murid yang sedang berdiri dihalaman Sma tersebut terlihat asing disekolah itu. Ia tidak terlihat terlalu tinggi. Dengan rambut hitam panjang yang diikat agar terlihat rapi. Wajah kebingungan tergambar menutupi paras manisnya. Ia memutuskan untuk menelusiri lorong sekolah yang tampak asing baginya.
Tiba-tiba ada sesosok guru yang mendekati gadis yang sedang kebingungan tadi. Guru itu menutun ia hinga berhenti disebuah kelas yang memiliki pintu berwarna biru yang bertuliskan X Mipa 6. Lalu ia disuruh masuk kedalam kelas . Ia telihat sangat malu-malu dan canggung memasuki ruangan kelas tersebut. Tapi guru yang menuntunya terus memaksanya agar mamasuki ruang kelas tersebut.
“Selamat pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru dari Jakarta.” sapa guru yang membawa siswi itu pada muruid-muridnya didalam kelas. Sontak saja murid didalam kelas itu yang sedang asyik mengobrol dengan teman sebangkunya langsung mengalihkan perhatianya kepada murid baru tersebut.
“Ayo perkenalkan nama kamu!” minta guru tersebut.
“Hallo teman-teman , namaku Mellody Harmoni Alodya. Kalian bisa memanggilku Mellody” jawab murid baru itu dengan sura yang pelan sambil menundukan wajahnya.
Murid-murid didalam kelas yang tadinya serius memperhatikan murid baru yang ada didepan mereka tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
“Itu nama atau instrument?”
“Nyokaplo pengamenya? Katro banget namaya.”
“Nyokap, Bokaplo musisi dimana?” ejek teman-teman sekelasnya yang geli mendengar nama murid baru tersebut.
“Hustt , diam-diam kalian tidak boleh mengejek nama orang” guru tersebut mencoba menenangkan murid-muridnya yang gaduhnya tidak karuan.
Tiba-tiba murid yang tadinya menundukan kepalanya membranikan dirinya untuk mengungkapkan apa yangdari tadi ia tahan.
“Nama itu pemberian dari orangtua saya, jadi kalian yang mengejek nama saya berati kalian mengejek orangtua saya” kata murid itu dengan nada tinggi sambil memasang muka marah. Suasana kelas yang tadinya gaduh menjadi diam tanpa suara. Mungkia ia sadar ia akan dicap sebagai anak yang kolot. Tapi kalo itu menyangkut harga diri , itu tidak masalah pikir murid itu.
“Sudah-sudah maafin teman-teman kamu ya. Kamu duduk disebelah Sabrina saja. Kebetulan bangku sebelahnya kosong” guru itu sambil menujuk bangku berwarna coklat terbuat dari kayu yang kosong disebelah Sabrina.
“Iya bu . nggak papa kok” jawab murid baru itu sambil menuju bangku kosong yang dimaksud. Sesampainya dibangku itu dia langsung duduk tanpa memperhatikan teman sebangkunya. “Kamu masih marah ya?” Tanya Sabrina gadis yang memiliki rambut keriting kecoklatan. Dengan kacamata menempel diwajahnya yang dari tadi memperhatikan Mellody dengan penuh senyuman.
“Hemm enggak kok. Aku aja yang gampang emosi” Mellody sambil membalas senyuman Sabrina.
“Kenalin aku Sabrin , anak-anak disini sebenarnya ramah kok. Cuma kalo ada murid baru memang agak usil hehe” Sabrina sambil menjabat tangan Mellody.
“Ngomong-ngomong kamu pindahan dari sekolah mana?”
“Aku sebelumnya home schooling. Tapi setelah pindah disini aku pengen masuk kesekolah formal.”
Setelah itu mereka saling menggobrol satu samalain. Takperlu waktu lama untuk membuat mereka berdua menjadi akrab. Mellody yang tadinya cemberut sekarang sudah bisa tersenyum lepas.
****
“teng-tong teng-tong”
Bel tanda berahirnya pelajaran telah berbunyi. Murid-murid yang tadinya mengantuk karena pelajaran yang membosankan menjadi semangat seakan-akan mendapatkan angina segar dalam hidupnya. Didepan gerbang terlihat murid-murid yang mulai meninggalkan sekolahnya. Ada yang pulang dengan menggendarai kendaraan masing-masing. Maklum sekolah elit rata-rata anak pejabat yang dapat masuk disekolah ini. Ada juga yang masih menunggu jemputanya datang. Murid-murid yang masih betah berada disekolah masih asyik menggobrol dengan temannya ditaman dan dipelataran sekolah yang luas dan rimbun.
Di depan gerbang terlihat Mellody sedang menungu jemputanya datang sambil mengobrol dengan Sabrina yang juga sama-sama menungu jemputanya datang. Saat mereka berdua asyik mengobrol tiba-tiba sebuah mobil sedan BMW hitam berhenti didepan mereka. Sebenarnya rumah Mellody tidak terlalu jauh dari sekolah. ia ingin sekali berangkat sekolah sendiri. Tapi ayahnya melarang dan memasrahkanya pada pak Asep, sopir pribadinya. “Non ayo masuk!” kata seseorang didalam mobil yang tidak asing bangi Mellody.
“Sab aku duluan ya” kata Mellody pada Sabrina sambil membuka pintu mobil dan melambaikan tangan pada teman barunya itu.
“Iya hati-hati ya dijalan” balas Sabrina sambil melambaykan tanganya pada mobil BMW hitam yang mulai meninggalkanya pergi.
Didalam mobil Mellody hanya tersenyum kecil teringat kejadian dihari pertamanya sekolah barunya. Hal itu mbemuat pak Asep yang asyik mengendarai sedan hitam merasa heran. Karena tidak biasanya anak majiknya itu tersenyum riang seperti ini.
Senyum Mellody bertambah lebar ketika sedan hitam yang menjeputnya menghentikan lajunya didepan rumah yang sangat besar dan mewah. Rumah berwarna putih dan memiliki dua pilar besar yang menyangga rumah itu memiliki 3 lantai dengan kolam dan taman kecil yang berada dibelakang rumah tersebut.
Security yang mengetahui kedatangan mobil itu langsung membukakan gerbang.
“Pak Sofian terimakasihya” kata Mellody kepada Pak Sofian kepala security dirumahnya. Totoal ada 3 scurity yang menjaga rumah Mellody. Jadi bagi pencuri yang ingin mencuri dirumah ini sebaiknya berpikir berkali-kali dulu sebelum melancarkan aksinya.
Sesampainya didalam rumah. Mellody langsung disambut oleh Bi Uma. Bi Uma adalah pembantu dirumah Mellody yang kebetulan juga istri dari pak Asep. Makanya suasana di rumah ini terasa sangat hangat. Karena semua orang yang ada dirumah ini sangat sayang kepada Mellody.
“Apak kabar non?. Giamana disekolah barunya ? lancarkan? Ini Bi Uma udah nyiapin makanan kesukaan Non.” Sambut Bi Uma dengan hangat.
“Lancarrr. Bi” sambil memberikan jempolnya. “Makanya nati dulu ya bi. Tadi sudah makan dikantin bareng temen-temen” kata Mellody dengan bersemangatnya lalu berlari menuju kamarnya. Tiba-tiba ada yang terlintas dipikiran Mellody yang menghentikan langkahnya.
“Oh ya bi. Ayah sudah pulang?”
“Belum Non, kata Bapak nanti pulangnya agak terlambat jadi nggak bisa ikut makan malam bareng kita”
“Yaudah Bi, saya keatas dulu ya.!” Mellody agak kecewa. Tapi memang kerjaan ayahnya yang sangat sibuk. Jadi Mellody bisa memakluminya.
Kamar Mellody berada dilantai dua bersebelahan dengan kamar ayahnya. Pintu yang warna putih adalah pintu kamar Mellody. Putih adalah warna kesukaan Meloody. Kamu langsung bisa tahu kalo kamu masuk kedalam kamarnya. Dari dinding, meja, kasur dan selimutnya berwarna putih. Sedangkan yang coklat pintu kamar ayah Mellody. Sesampainya dikamar ia langsung menghampiri sahabatnya yang berada diatas tempat tidur. Tanpa basa-basi Mellody langsung mengambil dan segera memetiknya. Sambil memetiknya ia juga bercerita pada gitarnya.
“Gitar hari ini aku seneng banget loh. Tau nggak kenapa? Tapi maafin aku, mungkin kita ngak bisa setiap hari ketemu kamu terus kaya dulu. tapi tenang aja kok! Kamu tetap menjadi sahabat terbaik aku”.
Yaa. Selama ini, yang menjadi sahabat Mellody adalah gitar putih yang tampak terawat walaupun sudah tua. Gitar itu hadiah dari ayahnya saat ulang tahun Mellody yang ke-6. Selain gitar ada saxophone, piano dan biola yang tampak tertata rapi dikamar yang sudah seperti studio musik. Pada umur 4 tahun Mellody sudah belajar bermain piano. Dan pada umurnya yang ke-6 ia mulai belajar bermain gitar. Setelah ia mahir bermain gitar pada umur 9 tahun kemudian ia mulai belajar bermain biola. Dan yang terahir Mellody belajar bermain saxophone pada umur 12 tahun.
Memang tidak salah kedua orang tuanya memberikan nama Mellody padanya, seorang gadis yang sangat gemar dan mahir memainkan alat-alat musik. Bahkan ia menggangap alat muski adalah temannya. Darah bermain musik yang Mellody diwariskan dari ibunya yang dulunya adalah penyanyi multitalent.
Saat Mellody sedang asyik memetik senar gitarnya dan berbincang-bincang bersamanya. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar Mellody.
“Tok-tok-tok”
“Non ayo makan, Nanti makanyanya keburu dingin.
Non juga belum minum obatkan, nanti kalo lupa ayah marah lo” Kata Bi Uma dibalik pintu kamar Mellody.
“Iya Bi sebentar. Bi turun dulu, sebentar lagi Mellody turun kok” sahut Mellody yang segera menghentikan memetik gitarnya.
Kemudian Mellody menggambil sebuah buku diatas meja yang terletak disamping tempat tidurnya. Buku itu bersebelahan dengan lampu tidur dan foto Ayah dan ibu Mellody yang sedang menggendong dirinya saat berusia 2 tahun. Kedua pasangan yang ada difoto tersebut tampak sangat bahagia. Tapi Itu adalah foto terahir Mellody bersama ibunya. Karena setelah itu ibunya meninggal dunia karena penyakit yang telah lama dideritanya.
Buku dengan sampul merah muda itu tidak lain adalah buku diary Mellody. Kalo ia sudah bosan bercerita dengan gitar atau sahabatnya yang lain. Mellody mencurahkan isihatinya kedalam buku tersebut. Tapi kelihatanya Mellody akan butuh diary yang lebih besar. Karena ia merasa kehidupanya akan berubah setelah masuk disekolah barunya.
Dear My Guitar
Hari ini aku senang sekali hari ini. Karena ini pertama kalinya aku masuk kesekolah formal. Untuk pertamakalinya dalam hidupku aku merasa sangat berbeda. Sabrina adalah teman pertamaku walupun awalnya aku merasa malu dan marah ternyata asyik sekali bersekolah bersama teman-teman yang seumuran dengan ku.
Singkat tulisan Mellody pada buku diarynya. Ia segera mengganti sergam sekolahnya. Lalu turun menuju ke Ruang Makan. Disana Bi Uma sudah menunggu Mellody. Setelah ibunya meninggal yang menggantikan urusan masak-memasak dirumah ini ya Bi Uma. Jadi Mellody sudah sangat familiyar dengan masakan Bi Imah.
“Non makan yang banyak ya biar sehat. Ini Bi Uma udah masak nasi goreng dan ayam bakar spesial buat Non. Nanti setelah makan obatnya jangan lupa diminum” Kata Bi uma sambil menggambilkan nasi dan lauk untuk Mellody.
“Iya bi siap. Bi ternyata punya teman itu asyik ya bi. Kita bisa ngobrol, bercanda bahkan marah-marahan”
“Masak Non sudah punya musuh. Sini siapa musuh Non biar Bi beri pelajaran”
Mellody tertawa terbahak bahak “Enggak kok bi bukan musuh, Cuma tadi ada salah paham saja bi. Hi hi hi hi Bi Uma nih lucu.
“Nanti kalo Non kenapa-kenapa kan yang repot Bi Uma he he he” Bi Uma sambil tertawa bersama-sama Mellody. Tapi dalam hatinya ia senang karena hari ini Mellody terlihat berbeda lebih, semangat dan ceria.
Setelah Mellody selesai dengan makan siangnya. Ia segera minum obat. Lalu kembali kekamarnya untuk tidur siang.
****
Waktu menunjukan pukul 10.00 malam. Mellody yang malam itu tidak bisa tidur karena memikirkan ibunya. Dengan gitar dipangkuanya. Mellody melamun didepan jendela kamarnya sambil menatap langgit yang dipenuhi bintang dan bulan yang bersinar terang.
“Krek”
Pintu kamar Mellody yang tidak terkunci tiba-tiba terbuka. Sesosok pria terlihat mengenakan jas hitam terlihat memasuki kamar Mellody.
“Mellody kamu belum tidur?” ternyata ayah Mellody yang baru saja pulang dari kantornya. Ia langsung mendekati putrinya yang sedang melamun didepan jendela. Pria yang tubuhnya merasa letih itu lalu memeluk dan mencium kening putrinya.
“Belum yah. Mellody sedang berdoa kepada tuhan supaya ibu selalu tenang disana.”
“Jangan hawatir ibu pasti tenang disana. Ohya giman hari pertama disekolah kamu?”
“Asyik yah. Aku dapet temen baru lo. Namany Sabrina. Dia orangnya cantik dan lucu yah nanti Mellody kenalin sama ayah deh.”
“Sip itu baru anak ayah. Ohya besok pagi ayah yang ngantar kamu kesekolah ya.”
“Yang bener yah?”
“Iya, besok ayah berangkat agak siang. Tapi kamu harus segera tidurya. Nanti kalo kesiangan ayah ngak mau ngaterin kamu lo.”
“Ay yay kapten” Mellody segera melepas pelukan ayahnya dan bergegas tidur agar besok tidak kesiangan. Tidak lupa ayahnya mencium kening Mellody sebelum meninggalkanya pergi.
****
“Mellody, sudah sipa belum?” kata ayah Mellody yang sedang menyantap sarapan diruang makan.
“Sebentar ayah sedikit lagi!” jawab Mellody sambil menyiapkan buku pelajarannya.
Setelah Mellody selesai menyiapkan bukunya. Cewek yang sudah mengenakan seragam sekolah lengkap itu turun dari kamarnya menuju keruang makan. Tapi pagi itu tampak ada yang berbeda. Ia membawa tas putih besar turun bersamanya. Mellody berencana membawa gitar kesayangannya kesekolah. Ia berniat menunjukan kemampuanya bermain gitar kepada Sabrina.
“Pagi ayah.” Mellody menghampiri ayahnya sambil mencium keningnya. “Ayo berangkat yah nanti kalo aku telat gimana?”
“Iya saying sebentar.” Jawab ayahnya sambil memandangi tas putih besar yang dibawanya. “Kamu mau membawa gitar kesekolah Mel?”
“Aku mau bermain gitar sama temen-temenku yah. Pasti seru!”
“Ya sudah tapi hati-hati bawanya. Mobilnya sudah di siapkan sama pak Asep jadi ayo kita langsung berangkat.”
Taklupa Mellody berpamitan pada Bi Uma sebelum menuju kedalam mobil sedan hitam bersama ayahnya. Mellody duduk didepan sedan itu bersama ayahnya. Didalam mobil ayah dan anaknya itu tak henti-hentinya bercanda gurau.
Sesampainya didepan gerbang sekolah. Mellody mencium tangan ayahnya. Ayahnya membalas dengan mencium kening putrinya. Setelah itu mobil sedan hitam itu melaju meninggalkan Mellody yang melambakan tangan padanya.
0 Response to ""Mellody" Novel Buatan GUE"
Posting Komentar